Bencana Banjir di Kalimantan Barat yang Paling Banyak Terjadi
Banjir menjadi bencana yang paling sering terjadi di Kalimantan Barat selama periode Januari-Maret 2024. Jumlah kejadian banjir jauh melebihi bencana lainnya seperti tanah longsor dan puting beliung. Dalam kurun waktu tersebut, banjir telah mempengaruhi 29.230 keluarga atau sekitar 102.671 orang dan merusak 24.765 rumah.
Menurut data yang dirilis oleh Ketua Satgas Informasi Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Barat, Daniel, pada Selasa (16/4/2024), terdapat 16 kejadian banjir dari Januari hingga Maret 2024. Sebaliknya, tidak ada kejadian puting beliung dan hanya tiga kejadian tanah longsor selama periode tersebut.
Distribusi Banjir di Kalimantan Barat
Banjir terjadi di 10 kabupaten di Kalimantan Barat. Berikut adalah beberapa contohnya:
Kubu Raya: Banjir terjadi pada 8 Januari dan 9 Maret.
Ketapang: Banjir terjadi pada 2 Maret.
Melawi: Banjir berlangsung dari 3 hingga 8 Maret.
Sanggau: Banjir terjadi pada 19 Januari.
Sekadau: Banjir melanda pada 11 Januari dan 9 Maret.
Bengkayang: Banjir terjadi pada 4 Januari dan 1 Maret.
Sambas: Banjir terjadi pada 1 Januari dan 1 Maret.
Kapuas Hulu: Banjir terjadi dua kali, pada 3 Januari dan dari 1 hingga 15 Maret.
Sintang: Banjir terjadi tiga kali, yakni pada 12 Januari, 24 Februari, dan dari 6 hingga 8 Maret.
Landak: Banjir terjadi pada 7 Januari.
Dampak di Berbagai Wilayah – Bencana Banjir di Kalimantan Barat
Di beberapa wilayah, dampak banjir sangat signifikan. Di Kecamatan Embaloh Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, misalnya, Camat Nasharudin melaporkan bahwa warga harus menggunakan perahu untuk pergi shalat Tarawih karena akses jalan tergenang banjir. Banyak warga di wilayah tersebut memiliki perahu sebagai antisipasi terhadap banjir yang sering terjadi.
Juna, warga Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, menyebutkan bahwa setelah banjir besar yang terjadi pada 2021, beberapa warga, termasuk dirinya, telah merevitalisasi rumah lanting. Rumah lanting adalah rumah terapung yang dapat beradaptasi dengan kondisi banjir, sehingga menjadi tempat perlindungan bagi barang-barang berharga dan tempat mengungsi saat banjir.
Penyebab dan Solusi Banjir
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Hendrikus Adam, menyebut banjir yang terjadi sebagai bencana ekologis. Dia menekankan bahwa banjir yang semakin sering terjadi menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di Kalimantan Barat semakin rapuh. Aktivitas ekstraktif yang dilakukan tanpa batas telah menyebabkan ketidakseimbangan ekologi, yang pada gilirannya meningkatkan risiko dan dampak bencana alam seperti banjir.
Menurut Hendrikus Adam, solusi untuk masalah ini melibatkan tindakan mitigasi yang komprehensif. Salah satu tindakan yang bisa dilakukan adalah pendalaman sungai yang dangkal serta penghijauan lahan kritis untuk meningkatkan resapan air. Selain itu, tata ruang perlu dibenahi untuk memastikan bahwa pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan risiko bencana.
Pemerintah daerah bersama BPBD, TNI, Polri, dan masyarakat terus bekerja sama dalam menangani banjir. Mereka memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak dan mengimbau warga di daerah rawan banjir untuk selalu waspada. Upaya kolaboratif ini diharapkan dapat mengurangi dampak banjir di masa mendatang dan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana.
Banjir yang terjadi di Kalimantan Barat selama periode Januari-Maret 2024 menunjukkan betapa pentingnya upaya mitigasi dan penanganan bencana yang efektif. Dengan langkah-langkah yang tepat, dampak dari bencana ini dapat diminimalisir, dan kesejahteraan masyarakat dapat lebih terjamin. Selain itu, menjaga keseimbangan ekologi melalui praktik-praktik yang berkelanjutan menjadi kunci utama dalam mengurangi risiko bencana di masa depan.