Kebakaran hutan buatan manusia di Kalimantan Barat menggambarkan kekurangan kesadaran lingkungan yang signifikan di Indonesia. Metode tebang dan bakar, yang sering dipilih oleh petani dan korporasi untuk membersihkan lahan guna pengembangan perkebunan seperti kelapa sawit atau industri kertas, mencerminkan pilihan biaya rendah yang populer meskipun ilegal. Kegiatan ini diperbolehkan berlangsung karena penegakan hukum yang tidak konsisten dan adanya korupsi.
Salah satu episode paling parah dari praktik ini terjadi antara Juni hingga Oktober 2015. Ketika kebakaran hutan yang tidak terkendali melanda, seperti yang dilaporkan oleh Bank Dunia pada Desember 2015. Lebih dari 100.000 titik api diciptakan secara sengaja. Menghancurkan sekitar 2,6 juta hektar lahan. Kebakaran ini juga menyebabkan asap beracun menyebar ke wilayah lain di Asia Tenggara, memicu ketegangan diplomatik antarnegara.
Dampak Merugikan – Kebakaran Hutan Buatan Manusia Di Kalimantan Barat
Dampak dari bencana ini sangat besar, dengan estimasi kerugian mencapai Rp 221 triliun. Atau sekitar 1,9 persen dari produk domestik bruto Indonesia. Selain kerugian ekonomi, bencana ini juga menghasilkan emisi karbon harian yang mencapai 11,3 juta ton. Jumlah yang jauh melampaui emisi harian Uni Eropa yang berada di angka 8,9 juta ton.
Kondisi cuaca pada tahun tersebut juga memperparah situasi. Fenomena El Nino, yang merupakan yang terkuat sejak 1997, membawa kekeringan ekstrem ke Asia Tenggara. Ini mengakibatkan penurunan drastis dalam dukungan alamiah berupa hujan. Biasanya membantu memadamkan api. Selain itu, El Nino yang terjadi rata-rata setiap lima tahun juga menyebabkan perubahan iklim besar-besaran di Samudera Pasifik, yang berdampak pada kekeringan di kawasan ini dan mempengaruhi hasil panen komoditas pertanian.
Kesimpulannya, kebakaran hutan di Kalimantan Barat tahun 2015 adalah contoh nyata dari interaksi antara kegiatan manusia dan variabel alam yang bisa membawa konsekuensi serius bagi lingkungan dan ekonomi. Praktik tebang dan bakar, meskipun ekonomis, menimbulkan risiko yang tidak sebanding dengan biayanya. Penegakan hukum yang lebih efektif dan kebijakan yang mendukung pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan sangat diperlukan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Dengan meningkatkan kesadaran dan memperkuat regulasi, dampak buruk terhadap lingkungan dan sosial ekonomi dapat diminimalisir, demi kesejahteraan bersama.